Kerajinan perak menjadi salah satu pilar kesenian tradisional Indonesia yang memiliki daya jual tinggi dalam pasar perdagangan internasional atas keindahan dan keunikan yang terdapat di dalamnya. Keberadaan perak sebagai produk Indonesia asli terlihat dari kerajinan yang terdapat pada beberapa wilayah seperti Desa Celuk di Bali, Gadang Agam di Sumatera Barat, serta sentra kerajinan perak terbesar yang terletak di Kotagede, Yogyakarta.
Dalam perjalanan menjadi salah satu bentuk produk Indonesia original dalam ranah seni tradisional yang diminati oleh masyarakat lokal dan mancanegara hingga saat ini, tentu saja kerajinan perak memiliki asal muasal dan masa kejayaan yang penting untuk Anda ketahui.
Sesuai dengan histori yang terdapat dalam sejarah kerajinan perak, kerajinan perak berasal dari Kotagede, salah satu daerah di Yogyakarta yang sebelumnya merupakan tempat dimana Kerajaan Mataram Islam berdiri. Tokoh Indonesia yang berperan penting dalam mengukir sejarah kerajinan perak adalah raja pertama Kerajaan Mataram Islam, yaitu Panembahan Senopati.
Sebagai raja pertama Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16, Panembahan Senopati telah menaruh ketertarikan pada seni berbahan baku perak yang dibuat dalam bentuk perhiasan oleh abdi dalem kriya. Tertarik akan keindahan perhiasan yang dibuat untuk Panembahan Senopati, para pengrajin perak mendapatkan segudang permintaan yang mulai diajukan oleh Keraton lainnya. Pada saat itu, pusat kerajinan perak melayani empat Keraton sekaligus, yaitu Puro Pakualaman, Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, dan Kasultanan Ngayogyakarta.
Kehadiran VOC atau Belanda dalam rentang waktu yang serupa, yaitu abad ke-16, secara tidak langsung juga mendorong pertumbuhan kerajinan perak Kotagede. Pedagang Belanda mengandalkan para pengrajin untuk menciptakan berbagai peranti berbahan dasar perak yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, seperti cangkir, sendok dan garpu, piring, dan berbagai perabot lainnya. Hal tersebut membawa kerajinan perak Kotagede menuju masa kejayaan dan membentuk suatu mata pencaharian baru bagi penduduk setempat.
Melihat adanya peluang bagi kerajinan perak untuk menjadi besar, Mary Agnes yang merupakan istri gubernur Belanda saat itu, membuka suatu sentra atau pusat kerajinan perak Kotagede yang hingga saat ini masih dibudidayakan secara turun temurun. Berkat inisiatif Mary, kerajinan perak Kotagede hingga saat ini telah memiliki julukan tersendiri, yaitu Jewellery of Jogja.
Dengan adanya sentuhan tangan para pengrajin dan pengukir perak yang handal, kerajinan perak dapat terbentuk sedemikian rupa menjadi beraneka macam perhiasan artistik. Contoh kerajinan perak yang seringkali terdapat pada sentra kerajinan adalah perak yang diolah secara manual atau buatan tangan, hasil cetakan, dan tenaga mesin.
Filigree dan Sold Silver merupakan dua contoh kerajinan perak buatan tangan yang dipasarkan secara meluas kepada para wisatawan dan masyarakat yang menaruh ketertarikan kepada seni tradisional perak. Filigree berasal dari benang atau kawat yang dibentuk menyerupai model perhiasan atau aksesoris yang diinginkan melalui proses pres. Sedangkan, Sold Silver adalah pekerjaan tangan yang akan membentuk perak menjadi sebuah lempengan, seperti peranti untuk kebutuhan rumah tangga atau dapur.
Hasil akhir kerajinan perak pun tidak terbatas pada satu atau dua jenis karya saja. Contoh kerajinan perak yang telah dihasilkan oleh para seniman perak adalah giwang, anting, miniatur bangunan, miniatur sepeda, gelang, patung, cincin, bros, dan juga vas bunga antik.
Berdasarkan tingkat kesulitan dan detail ukiran yang diajukan oleh pembeli, harga kerajinan perak cukup bervariasi mulai dari ribuan hingga jutaan rupiah. Secara spesifik, penjual dapat menetapkan harga kerajinan perak sebesar Rp1.200.000 untuk miniatur bangunan seperti Monumen Nasional atau gedung bersejarah dan miniatur rumah adat. Sedangkan, karya yang berukuran kecil dan tidak sulit untuk dikerjakan berada pada jangkauan harga Rp10.000 hingga Rp300.000.
Disamping perhiasan dan miniatur, perak sendiri dapat digunakan sebagai bahan campuran atau olahan pada berbagai benda. Beberapa contoh benda yang menggunakan perak sebagai bahan tambahan adalah uang logam, stop kontak, konduktor, medali, serta keperluan otomotif atau transportasi. Meskipun tidak menjadi bahan pokok, perak bermanfaat untuk memperpanjang kelayakan barang karena tidak mudah untuk berkarat namun cukup mudah untuk dicari.
Orisinalitas adalah kunci utama yang membuat kerajinan perak Indonesia menjadi unik. Dari generasi ke generasi, keterampilan para pengrajin dalam mengolah kerajinan perak sebagai karya buatan tangan mereka tidak dapat diragukan. Berbagai macam bentuk ukiran, lempengan, dan miniatur kerajinan perak dapat terbentuk secara sempurna dengan sentuhan artistik dari masing-masing seniman. Hasil akhir kerajinan yang terpoles secara apik seperti kerajinan perak Kotagede bahkan telah memiliki nilai jual tinggi saat diekspor ke berbagai penjuru dunia seperti Brazil.